“Ya, how? Positive or negative?”Lee yang sama antusias-nya denganku.
“Positif. Dugaan kamu benar
Dira.”menunjukkan hasil yang sudah dia cetak. Dia menandatangani bahwa data itu
adalah hasil pemeriksaan-nya. Dia hanya diam.
“Apa maksud data Romy? Beritahu
aku.”paksa Lee. Romy hanya terdiam.
“Itu, mengandung bahan-bahan
pelumpuh tubuh. Makanya tubuh Tara tidak bisa sembuh, untung saja kalian datang
dengan cepat. Karena kalau obat ini semakin lama dikonsumsi, tubuhnya akan
semakin lumpuh. Bahkan total.”ungkap Romy dengan perlahan. Lee terlihat
lemas.”Untung saja Dira mengetahui gejala ini.”Romy mengatakan kepada Lee. Aku
keluar ruangan dalam diam.
“Dira?”
“Ya, Dira perempuan baik Lee.
Walau dia baru saja merawat Tara, tapi kasih sayang Dira memang selalu
ditujukan untuk semua orang. Kamu bisa pulang, bawa hasil lab ini untuk menjadi
bukti suatu saat nanti.”Lee melangkah-kan kakinya keluar ruangan itu.”Dan satu
lagi Lee, Dira benar-benar sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Walau dia hanya
pembantu, tapi dia adalah calon sarjana hebat. Sebentar lagi dia akan
wisuda.”Lee mengucapkan terimakasih atas bantuan Romy.
               Lee
melihatku duduk dalam tangisan, aku menatap kedua matanya yang teduh. Secara
spontan dia memelukku, baru satu hari dia mengenalku dan begitupun aku. Aku
hanya diam, ini untuk pertama kalinya aku dipeluk lagi. Setelah sekian lama tak
ada pelukan lagi.
“Thank you. Thank you very much Dira. Tara kakak laki-laki yang
paling aku banggakan. Aku begitu terpuruk begitu dia kecelakaan dua tahun lalu.
Aku membencinya, seharusnya aku merawat seperti kamu merawat dia. Kamu baru dua
hari merawatnya sudah bisa menyanginya seperti saudara sendiri, sedangkan aku
sudah belasan tahun. Tapi aku tidak mampu untuk merawatnya dengan kasih
sayang.”perlahan dia melepaskan pelukan-nya.
“Sekarang kita harus
pulang.”ajak-ku kepada Lee. Kami berjalan menuju motor, sampai tiba dirumah
kami hanya diam. Tak ada satupun yang memulai pembicaraan. Ketika kami memasuki
rumah aku hanya tertunduk lesu. Lee menarik tanganku menuju kekamar Tara. Aku
terkejut pastinya.
               Sesaat
kami sudah berada didalam kamar Tara. Aku mendengar suara tangisan yang tidak
kuketahui suara siapa. Tapi yang pasti adalah suara pria dan wanita yang
menangis secara bersamaan. Tuan dan Nyonya? Bathinku bertanya-tanya. Ada apa
mereka menangis seperti ini. Seperti merasa 
disambut, Hyun Naa menghampiriku dengan senyuman.
“Ma, ini gadis yang Hyun Naa
ceritakan tadi.”Hyun Naa mengenalkan aku pada ibunya. Padahal aku sudah
mengenal ibunya.
“Siang Nyonya.”aku menyapanya
dengan senyuman. Dia hanya membalas senyumanku. Lee dengan tiba-tiba
menyodorkan hasil Lab yang sedari tadi sudah ada ditangan-nya. Nyonya menerima
hasil Lab itu.
“What is?”tanya-nya dengan nada heran.
“Itu hasil Lab dari obat yang
dikonsumsi oleh Tara selama ini Ma. Dan hasil Lab-nya menyatakan kalau obat
yang dikonsumsinya selama ini mengandung bahan pelumpuh yang dapat melumpuhkan
tubuh Tara secara total.”cerita Lee kepada keluarganya. Semua orang yang ada
didalam ruangan itu terkejut. Termasuk salah satu dokter yang ada diruangan
itu.
“Tidak mungkin, sangat tidak
mungkin. Coba saya lihat.”dokter itu mengambil hasil Lab tersebut dari tangan
Nyonya besar.”dr.Romy Suganda? Kenapa dia mau melakukan penelitian ini? Siapa
yang mengenal dokter ini dari kalian berdua.?
“Saya dok. Saya teman lama dari
dr.Romy, dia mau membantu setelah saya paksa dok.”aku menjelaskan tentang
pertanyaan-nya itu. Aku sedikit was-was dengan jawaban ku itu, begitupun Lee.
Dia terlihat khawatir.
“Kalau begitu, hasil Lab ini
memang benar bu.”ungkap dokter tersebut.”Tapi saya tidak pernah memberikan yang
salah.”dia terheran-heran dengan kondisi yang sekarang dihadapinya.
“Dira, kamu yang merawat Tara
selama dua hari ini kan?”Nyonya bertanya spontan kepadaku. Semua mata tertuju
kepadaku. Aku mengangguk menjawab pertanyaan dari Nyonya besar ini.
“Oke, sebaiknya kamu harus total
merawatnya. Sampai Tara betul-betul sembuh. Bagaimana?”kali ini tuan besar yang
bertanya kepadaku. Aku melihat Tara, tatapan mata yang penuh harapan.
“Ya Sir. Tapi...”aku memenggal
jawabanku.
“Tapi apa?”tanya Tara.
“Kalau hari minggu, saya tidak bisa
merawat tuan Tara untuk seharian. Paling tidak sampai tengah hari saja.”
“Kenapa?”nyonya Mariana menatap
mataku.
“Saya harus kepemakaman orang tua
saya Nyonya. Itu sudah menjadi tradisi saya sejak kedua orang tua saya
meninggal.”aku melontarkan jawaban yang jujur ini kepada pemilik rumah besar
ini.
“Itu alasan-nya, kalau begitu
saya ikut bersama kamu kepemakaman.”usul Lee mencampuri pembicaraan kami.
“Aku juga.”Hyun Naa menyahut. Aku
tersenyum melihat dua orang adik kakak ini.
“Of course. Tentu saja boleh. Kenapa tidak? Itu hak kamu.”nyonya dan
tuan menyetujui permintaanku.
“Aku tidak setuju.”cetus Tara,
aku heran. Kenapa dia tak menyetujuinya.”Aku harus ikut baru aku setuju.”semua
orang tertawa dengan riang-nya. Ya Allah. Hari kedua ini benar-benar membuatku
bahagia. Seperti memiliki keluarga kembali. Terimakasih ya Allah. Pembicaraan
kali ini sudah usai, aku permisi untuk menunaikan ibadah sholat dzuhur. 
               Langkahku
terhenti ketika aku usai mengambil air wudhu. Didepan kamarku sudah ada Hyun
Naa, menyodorkan mukenah kepadaku. Dengan sigap aku mengambil dari tangan-nya.
“Aku juga mau sholat. Ini.”dia
mengeluarkan mukenah dari tangan yang disembunyikan-nya.”Tapi...”
“Tapi aku tidak bisa mengambil
air wudhu, dan aku juga tidak tau lafadhznya.”dia mengangguk. Dugaan yang
jitu.”Ayo.”aku mengajak-nya kekamar mandi. Dia mengikutiku dengan girang-nya.
Walau aku hanya pembokat, tapi aku adalah orang yang paling beruntung.
“Follow me.”aku menyuruhnya untuk mengikuti gerakan berwudhu. AND GREAT dia berhasil.
               Dzuhur
kali itu untuk pertama kalinya aku menjadi imam dalam sholat, dan aku
berbahagia untuk itu. Usai menunaikan ibadah sholat dzuhur aku menuntun-nya
mengaji. Rasanya ingin menangis, kalau saja Mama dan Papa tidak pergi apa aku
harus bersusah payah bekerja membanting tulang demi mendapatkan uang seperti
ini.
               Kehidupan
tidak selamanya sempurna, aku memiliki kemampuan lebih dalam hal ibadah. Tapi,
aku tak memiliki siapapun. Sedangkan Hyun Naa meiliki segalanya, tetapi dalam
hal ibadah hasilnya nihil. Kehidupan masa lalulah yang membuatku semakin tegar,
membuatku semakin kuat dengan semuanya. Waktu terus berjalan, kehidupan semakin
jauh tertinggal. Aku ingat pesan Mama waktu itu,”Jadilah orang yang berguna
buat semua orang.”
               Kalau
saja Hyun Naa tidak mengeluarkan suara, pasti aku akan meneruskan khayalanku
kemasa lalu. Kenangan manis yang indah.
“Hei, besok. Ajarin aku lagi
ya.”pinta Hyun Naa dengan menebarkan pesona wajah yang indah.
“Dengan senang hati mbak.”ujarku
tersenyum.
               Hari
kian larut, aku memasuki kamar tuan Tara. Aku teringat akan potongan diary
kemarin. Berpura-pura aku membersihkan rumah, aku melihat Tara yang tertidur
dengan. Aku memakaikan selimut merah marun kesayangan-nya. Aku memeriksa
keadaan kakinya, kupijat-pijat secara perlahan. Kaki kurus ini, pasti akan
sembuh. Aku yakin akan hal itu. Dia penopang keluarga ini, dia adalah sosok
yang bertanggung jawab akan keluarganya.
               Kakiku
seperti merasakan sesuatu, kertas. Aku mengambilnya. Ini adalah potongan kertas
diary yang kutemui kemarin. Dengan perlahan aku membukanya, karena aku tahu
Tara sangat sensitif dengan bunyi-bunyian.
            February,
15th 2012
            Hari
ini adalah hari paling bahagia, aku bisa merasakan bahwa teman masa kecil itu
ada dirumah besar ini. Wajahnya yang semakin cantik, semakin dewasa. Tapi aku
masih meragukan semua itu, sampai dia benar-benar terbukti adalah teman masa
kecilku.
            Teman
kecil yang dahulu sangat ingin kukenalkan kepada Mama dan Papa, tapi sayang
semua tidak sesuai dengan rencana. Apakah gadis itu Dira? Apakah gadis itu
NADIRA SRIKANDI? Teman masa kecil yang selalu memanggilku dengan nama unik. Ah,
tidak mungkin. Kenapa dia tidak mengenalku sama sekali? Padahal aku begitu
mengenal garis wajahnya yang penuh dengan senyuman. Senyuman yang betul-betul
menyejukkan hatiku. Dari dulu dia tidak berubah, sama sekali tidak berubah.
Jadi namanya Dira? Padahal aku lebih suka memanggilnya Kandi. Haha, nama yang
aneh. Dia sangat cantik, jauh lebih cantik dari Shirny sigadis tidak tahu diri
itu. 
            Tapi
kenapa terkadang wajah Dira memancarkan kesedihan? Ada apa dengan-nya? Tapi
kenapa dia mau bekerja layaknya seorang pembantu? Diakan mempunyai orrnag tua.
Apa jangan-jangan? Ah, sudahlah. Aku tak boleh menyangka itu adalah Dira teman
masa kecilku. Aku pasti salah orang. Tapi aku benar-benar merindukan-nya. Gadis
kecilku yang paling cantik. Gadis kecilku yang selalu memberi kebahagiaankepada
orang lain. Dimana kamu berada? Aku merindukanmu. Sangat. Aku berharap bahwa
Dira itu adalah kamu.
Robin.
            Bathinku menjerit, kertas itu
terjatuh begitu saja dari tanganku. Kepalaku pusing sesaat, dunia seakan
semakin gelap. Semakin gelap dan gelap. Aku
tersentak dari tidur, yang secara tiba-tiba aku berada ditempat tidur TARA!
Tempat tidur majikanku sendiri. Aku melihat Tara dengan serius. Apa benar
tulisan tangan itu adalah milik Tara? apa benar Robin itu Tara?
“Kamu kaget membaca diary itu
atau kamu memang sakit?”tanya-nya mendadak kearahku.
“Keduanya. Sakit dan kaget.”jawab
singkat.
“Apa kamu punya pertanyaan
terhadapku?”
“Siapa yang mengangkat aku
ketempat tidur ini?”pertanyaan bodoh. Lain hal yang kupikirkan lain pula yang
keluar dari mulut ku.Shit!
“Lee, dia yang mengangkatmu
keatas sini. “diam hanya menyelimutiku ketika Tara mengatakan bahwa Lee-lah
yang mengangkatku ketempat tidur ini.”Apa tidak ada pertanyaan lain-nya?”
“Ehh, enggak ada.”kataku
berbohong.
“Bohong. Aku kenal kalau kamu lagi
berbohong Kandi.”panggilan itu membuatku semakin tidak percaya akan kenyataan
yang baru kubaca tadi.
“Kamu? Benar-benar Robin? Nama
kamukan Robin bukan Tara.”kesalku menggebu-gebu dengan rasa ketidakpercayaan.
“Ya, Robintara Kim. Itu namaku.
Aku kira kamu diluar dipanggil Kandi. Ternyata Dira.”ungkapnya. Tanpa
memperdulikan sekeliling aku memeluknya sambil menangis sejadi-jadinya.
“Ya Allah, terimakasih ya Allah.
Engkau sudah mempertemukan aku dengan Robin. Orang yang selama ini
kucari-cari.”aku tertunduk lesu mengungkapkan rona bahagia yang ada didalam
wajahku.
“Rindu sekali aku dengan
pelukanmu ini dik. Sangat rindu.”Tara yang tak kusangka-sangka menangis dihadapanku
untuk yang pertama kalinya.”Maafkan aku yang pergi tanpa kabar delapan tahun
yang lalu. Maafkan aku tidak menepati janjiku dahulu. Maafkan aku Kandi.
Maafkan aku. Aku sudah terkena akibatnya. Sekarang aku sudah tidak bisa
berjalan lagi seperti dulu. Tidak bisa mengajakmu pergi keperkebunan belakang
rumah, tidak bisa mengajakmu lari pagi. Sekali lagi maafkan aku Kandi.”sesalnya
dengan panjang lebar. Sambil memeluk tubuhku.
“Sudahlah, aku sudah memaafkanmu.
Sebentar lagi kita akan jogging
mengitari perkebunan belakang. Ternyata firasatku benar Tara.”aku tersipu malu.
Aku merasakan ada yang mendengar pembicaraan kami. Aku menoleh, Hyun Naa.
“Jadi, Dira ini adalah sahabat
kakak waktu kecil yang membuat kakak nangis sejadi-jadinya sewaktu diajak sekolah
di Korea. Wah, super sekali. Enggak nyangka aja bakalan ketemu disini.”tutur
Hyun Naa lumayan panjang kali lebar-lah.
“Ah, kamu. Ngebuat aku semakin
tersanjung.”balasku dengan tersipu malu.
“Ya, that’s right. Bahkan, dia sampai tidak mau makan berhari-hari
karena enggak ingin pisah sama kamu Ra.”aku melihat sorot mata Tara yang begitu
tajam, seakan menolak pernyataan dari Hyun Naa.
“You! Why you open my secret. I’m so shine.”ucap Tara sembari
menutup wajahnya yang sangat oriental. Kami tertawa dengan riang.
“Oh, ya. Bagaimana dengan kakimu?
Apa masih mati rasa?”tanyaku beruntutan bagai train yang sedang berjalan.
“Sedikit, tapi bagian sebelah
kiri masih mati rasa.”bergegas aku menuju kedapur. Membuat ramuan yang sama.
Dapur sepi, bu Nunik dan yang lain-nya kemana ya? 
DUAAAARRRRRR!!! Aku dikejutkan
dari belakang, Lee.
“Huhh, aku kira siapa. Sport
jantung akunya. Dasar! Cih!”tersontak aku langsung memaki Lee. Dia nyengir yang
membuat aku semakin dongkol dan ingin memukul kepalanya menggunakan Frying Pan.
“Don’t be angry honey.”WHAAAATTT!!! Dia bilang aku Honey. Mulutku menganga bagaikan kantung
semar.
“Hey, what are you talking? Honey? Are you crazy?”
“Sorry..sorry..aku enggak ada maksud membuat kamu kaget kok. Aku
cuma mau minta tolong sama kamu. Boleh enggak?”pinta-nya dengan wajah yang
membuat aku iba.
“Apaan? Aku lagi sibuk. Lagi pula
sekarang sudah jam11.00 malam. Enggak enak kalau dilihat pembantu yang lain.”
“Sibuk apaan? Buat ramuan sama
Tara? Sepertinya kamu suka sama Tara.”liriknya dengan asal tebak.
“Sok tau kamu. Sebenarnya sih
iya. Sudah dari 8 tahun yang lalu. Aduuhhh.”dengan refleks aku menutup mulut.
Ya ampun, kenapa aku jadi cerita sama nih bocah sih aku membathin dalam hati.
“8 tahun yang lalu? Maksudnya
apaan nih?”aku menundukkan wajah tanpa memandang keatas. Rada seram kalo Lee
lagi marah. Sport jantung jadinya.
“Emm, begini. Aku akan
menceritakannya sama kamu. Oke. Tapi aku harus mengobati Tara dulu ya. Oke.”
tanpa meminta jawaban darinya aku langsung menuju kekamar Tara, yang lumayan
jauh dari dapur. Aku menoleh kebelakang, melihat Lee sedang memandangku. Aku
langsung mengalihkan pandanganku.
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar